Kamis, 01 Desember 2011

LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

SEKILAS  

Sebagai negarakepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.000 pulau, Indonesiamembentangkan dua kawasan biogeografis – Indomelayu dan Australia - danmendukung berbagai jenis kehidupan flora dan fauna dalam hutan basahyang asli dan kawasan pesisir dan laut yang kaya. Sekitar 3.305 spesieshewan amfibi, burung, mamalia dan reptil dan sedikitnya 29.375 spesiestanaman berpembuluh tersebar di pulau-pulau ini, yang diperkirakanmencapai 40 persen dari biodiversitas di kawasan APEC. Namun,lingkungan alam yang indah dan sumber daya yang kaya harus terusmenghadapi tantangan dari fenomena alam - letaknya di Ring Api Pasifikseismik yang tinggi yang mengalami 90 persen gempa bumi dunia - maupunkegiatan manusia.Tekanan yangmeningkat dalam memenuhi tuntutan penduduk dan pengelolaan lingkunganyang tidak memadai merupakan tantangan yang merugikan rakyat miskin danperekonomian di Indonesia. Misalnya, total kerugian perekonomian akibatketerbatasan akses ke air bersih dan sanitasi yang aman setidaknyamencapai 2 persen dari PDB setiap tahun sedangkan biaya tahunan yangditimbulkan polusi udara bagi perekonomian Indonesia telahdiperhitungkan mencapai sekitar $400 juta per tahun. Biaya-biaya inisecara tidak proporsional ditanggung oleh rakyat miskin karena rakyatmiskin kemungkinan besar harus menghadapi polusi dan sulit melakukantindakan-tindakan untuk mengurangi dampaknya.
Tantangan sumber daya alam terus terjadi dan menjadi lebih rumit setelah desentralisasi.Misalnya, sektor kehutanan telah lama memainkan peranan yang sangatpenting dalam mendukung pembangunan perekonomian dan mata pencaharianmasyarakat pedesaan dan dalam menyediakan pelayanan lingkungan. Tetapi,sumber daya ini belum dikelola secara berkelanjutan atau adil. Untukmemperbaiki situasi ini, diperlukan sebuah visi baru yang dipimpin olehPemerintah mengenai seperti apa sektor kesehatan yang layak dan sehatdari segi lingkungan itu.
Kerangkaadministratif dan peraturan di Indonesia belum dapat memenuhi tuntutanakan adanya pembangunan yang berkelanjutan meskipun adanya dukungankebijakan dan pengembangan kapasitas dari pemerintah sendiri maupundukungan dari donor internasional. Kementerian-kementerian Indonesiayang terkait dengan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam telahmemperoleh manfaat dari kepemimpinan yang baik di tingkat nasional danjuga dari jaringan organisasi masyarakat sipil yang aktif di seluruhnusantara yang difokuskan pada masalah-masalah lingkungan, denganpengalaman advokasi yang signifikan. Namun, memperbaiki pendekatanpengelolaan lingkungan dan sumber daya alam di Indonesia tidaklah mudah.
Kinerja yangburuk terutama disebabkan oleh dua alasan: Pertama, meskipun terdapatinvestasi yang besar pada kebijakan lingkungan dan sumber daya alamserta pengembangan kepegawaian, pelaksanaan peraturan dan prosedur dilapangan masih buruk dan lambat karena lemahnya komitmeninstansi-instansi sektoral, rendahnya kesadaran departemen-departemenlokal dan tantangan kapasitas di semua tingkatan. Selain itu,pengetahuan tentang dampak negatif lingkungan yang diperkirakan akanterjadi dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mekanisme bagistakeholder untuk meminta pertanggungjawaban kinerja instansipemerintah masih lemah. Kedua, pertimbangan-pertimbangan lingkunganmasih sangat minim di tingkat perencanaan dan penyusunan program,terutama dalam proses perencanaan investasi publik dan dalam rencanatata guna lahan dan sumber daya daerah.



ISU UTAMA  

Masalah-masalah yang paling serius mengancam kemajuan pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia adalah:
Dorongan yang keliru yang menghambat penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan
Sumber daya alam memberikan kontribusi yang besar kepada PDB Indonesiadan anggaran belanja Pemerintah. Sektor pertanian, kehutanan, danpertambangan menyumbang sekitar 25% PDB Indonesia dan sekitar 30% dariseluruh penerimaan anggaran Pemerintah (pada tahun 2005, pajakpenghasilan atas migas mencapai 7% dari pendapatan, dan penerimaanbukan pajak atas pendatan sumber daya alam mencapai 22% dari pendapatannegara). Namun, kebijakan makro ekonomi Indonesia (kebijakan pendapatanpajak dan bukan pajak serta pola perimbangan keuangan) tampaknyamendorong terjadinya pengurasan sumber daya akibat penggunaan yangterus-menerus karena melalui kebijakan-kebijakan ini pemerintahkabupaten, berdasarkan pendapatan sumber daya dan bukan kinerja ataukepengurusan, tidak memperoleh pendapatan pajak yang memadai dari usahakehutanan dan perikanan (yang terkait dengan sumber daya lain), dantidak mengizinkan diberikannya sumbangan amal oleh individu atau badanusaha.
Kesenjanganantara kebijakan dan praktek setelah desentralisasi dapat memperlambatperbaikan yang signifikan pada kualitas lingkungan
Di bawah sistem desentralisasi, kini sedang diujicoba sampai sejauhmana pemerintah daerah merasa terikat oleh garis kebijakan nasional;pelayanan sipil tidak lagi merupakan bagian dari rantai komandoterpadu, badan-badan regulator di banyak provinsi dan kabupaten kiniberada langsung di bawah perintah gubernur atau bupati yang seringkalijuga menjadi penyokong proyek-proyek atau kegiatan-kegiatan yang harusdiatur. Meskipun adanya investasi yang besar pada kebijakan lingkungandan pengembangan kepegawaian, pelaksanaan peraturan dan prosedur dilapangan masih buruk. Masalah-masalah ini tidak mungkin dapat diatasidi bawah sistem desentralisasi kecuali jika pendekatan yang lebihefektif dapat dikembangkan.

Banyak provinsi dan kabupaten membuat penafsiran-penafsiran barumengenai peraturan yang ada, atau berupaya mencari prosedur peraturanyang seluruhnya baru. Meskipun sebagian inovasi ini memperkuatpengendalian lingkungan, namun sebagian besar malah mengendurkanpengendalian atau bahkan mengabaikan seluruh standar nasional.

Persepsi masyarakat tentang masalah lingkungan dan prioritas pembangunan Pemerintah
Kesadaran masyarakat penting dalam upaya mengatasi masalah lingkungandi Indonesia, dari risiko bencana alam sampai konservasi biodiversitas.Warga masyarakat yang terinformasi dan sadar dapat mengambil tindakanuntuk mengatasi masalah-masalah lingkungan dan dapat membentuk kelompokuntuk peningkatan upaya penanganan di tingkat politik maupun pemerintahdaerah. Namun, di tingkat yang lebih luas, nilai-nilai lingkungan belumtertanam dengan kuat pada masyarakat sehingga mereka kurang menghargaisumber daya alam dan pelayanan lingkungan. Partisipasi dan suara dalampengambilan keputusan merupakan unsur penting dalam penyelenggaraanyang baik. Bencana-bencana lingkungan yang baru-baru ini terjadi(banjir, lumpur, kebakaran, erosi) memang telah mendorong perhatianyang lebih besar kepada masalah lingkungan, namun pengkajian lebihlanjut mengenai pengetahuan, sikap dan praktek masih perlu dilakukanuntuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman ini mencapai masyarakatdi luar pusat-pusat perkotaan, dan apa saja sarana yang paling cocokuntuk membangun di atas kesadaran dasar ini.

Manfaat sosial, lingkungan dan ekonomi, risiko dan biaya langkah-langkah alternatif pembangunan
Di Indonesia, kebijakan energi, praktek sektor kehutanan dan masalahperubahan iklim saling berhubungan erat. Bahan bakar fosil mendominasikonsumsi energi di Indonesia, di daerah pedesaan maupun perkotaan, danIndonesia secara bertahap sedang meningkatkan penggunaan energi yangdihasilkan oleh batu bara (sekitar 40% pada tahun 2002). Indonesia jugamerupakan penghasil gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia, yangmemproduksi 80% gas rumah kaca dari perubahan penggunaan lahan selainpenebangan hutan dan kebakaran hutan/gambut.

Kebijakan energinasional mendorong peningkatan pemanfaatan sumber energi yang dapatdiperbaharui termasuk biomassa, panas bumi dan tenaga air. Pada saatyang sama, Pemerintah merencanakan pemanfaatan batu bara berskala besaruntuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor minyak.Peningkatan pemanfaatan batu bara dapat menimbulkan dampak lingkungannegatif yang signifikan terkait dengan kandungan sulfur yang tinggi dandampak potensial terhadap hutan akibat pembukaan lahan. Solusi energialternatif diperlukan bagi daerah-daerah yang lebih terpencil denganharga yang sesuai dan dukungan sektor publik.



PROGRAM BANK DUNIA  

Bantuan Bank Dunia kepada Indonesia selama tiga tahun mendatang akanmembantu Pemerintah melaksanakan inisiatif yang ada maupun yang baruuntuk menghadapi tantangan-tantangan di atas. Program ini merupakanperluasan atas pekerjaan yang terkait dengan:

Perubahan Iklim 
Perubahaniklim saat ini mendapat perhatian yang lebih besar di Indonesiadaripada sebelumnya. Para pemimpin politik menyesuaikan diri denganrealisasi bahwa Indonesia adalah penghasil gas rumah kaca terbesarketiga di dunia. Pemangku kepentingan lokal maupun nasional merasaterdorong oleh kemungkinan menghindari deboisasi dengan dukunganpembayaran internasional. Masyarakat sedang mempertimbangkan risiko danopsi mengenai bagaimana suatu negara yang rawan dapat beradaptasidengan dampak perubahan iklim. Dan Indonesia semakin menjadi pusatperhatian internasional karena kesediaannya untuk mengurangi emisi gasrumah kaca sebesar 26 persen.  Selengkapnya

 
Pengelolaan Hutan dan Aliran Air 
Indonesiamemiliki hutan tropis terluas ketiga di dunia dan biodiversitas yangsignifikan secara global. Penyelenggaraan kehutanan menjadi awal yangnyata terjadinya desentralisasi dan demokrasi, konflik danketidakadilan, serta kemiskinan dan kerawanan sosial. Masalah-masalahhutan dan aliran air menyentuh setiap segmen masyarakat sipil, termasukkomunitas, kelompok adat, kaum wanita, kelompok agama, LSM dankelompok-kelompok perlindungan, usaha besar dan kecil, serikat pekerja,lembaga pendidikan, media, pemerintah daerah dan parlemen, aparatpenegak hukum dan pemerintah pusat. Kebijakan tentang hutan dan aliranair menjadi awal terbentuknya setiap tema utama pembangunan:pembangunan pedesaan, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, pemberatasankorupsi, demokrasi, konflik dan desentralisasi.

Hutan dan aliran air merupakan aset nasional, kepentingan masyarakatglobal, dan pusat mata pencaharian bagi 36 juta orang Indonesia yangtinggal dalam kemiskinan. Penyelenggaraan kehutanan menyentuh masalahfundamental pengelolaan aset dan pilihan demokratis di hampir setiapkabupaten di Indonesia. Proses reformasi kebijakan kehutanan mengatasimasalah-masalah nyata yang penting bagi perekonomian pedesaan danrakyat miskin, membangun suara dan akuntabilitas, dan mengikutsertakanpemerintah dan rakyat dalam membangun praktek penyelenggaraan yang baikbersama-sama.
Penanggulangan Bencana 
Karenalokasi geografis, komposisi dan demografinya, Indonesia dan penduduknyasangat rawan terhadap bencana. Antara tahun 2003-2005 saja, BadanKoordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi(Bakornas) mencatat adanya 1430 bencana, termasuk banjir, tanah longsordan bencana-bencana geologis (gempa bumi, tsunami dan letusan gunungberapi). Selain itu, Indonesia rawan terhadap kekeringan, kebakaranhutan, epidemi dan bencana antropogenis (teknologis).  Lebih lanjut
  
Kebijakan, Lembaga, dan PenyelenggaraanIndonesiamenghadapi banyak hambatan dalam upaya menyempurnakan peraturan dankebijakan lingkungan dan penerapannya. Hambatan-hambatan ini meliputistruktur kelembagaan yang terfragmentasi, koordinasi yang terbatasantara kementerian-kementerian dan instansi-instansi tingkat pusat dandaerah, serta keterbatasan sumber daya keuangan dan teknik. Selain itu,proses desentralisasi baru-baru ini telah menimbulkan tantangan lainbagi para pengelola lingkungan dan sumber daya alam. Maka, untukmenghadapi tantangan tersebut, Bank mendukung Program PengembanganKecamatan yang telah mendanai lebih dari 17.000 proyek pembangunan danprasarana lingkungan tingkat desa di seluruh Indonesia. Bank jugamembantu dengan menyediakan berbagai masukan analitis dan saran sepertiPemantauan Lingkungan Indonesia dan penyempurnaan teknik analisamengenai dampak lingkungan (AMDAL).
 Informasi lebih lanjut mengenai AMDAL


  
Sumber Daya Pesisir dan Ekosistem Terumbu Karang 
Indonesiamerupakan kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai sedikitnya 50.000km2 terumbu karang. Angka ini kira-kira sama dengan 18 persen luasterumbu karang di dunia. Sektor pesisir dan kelautan Indonesia,khususnya perikanan berskala kecil yang disokong oleh ekosistem terumbukarang merupakan aset produktif yang penting bagi negara, dan jutaannelayan miskin bergantung padanya. Ekosistem terumbu karang yang sehatsetiap tahun dapat memproduksi hasil laut senilai rata-rata US$15.000per kilometer persegi, dan merupakan sumber pangan dan mata pencaharianyang penting bagi sekitar 9.969 desa pesisir di seluruh Indonesia.Namun, hampir dua per tiga (65%) terumbu karang Indonesia dianggapterancam oleh usaha penangkapan ikan yang berlebihan, dan hampirseparuhnya dianggap terancam khususnya oleh praktek-praktek penangkapanikan yang merusak.